5:45:00 PM
0
dr. Karolin Margret Natasa mengharapkan agar ada dokumentasi literatur sejarah kerajaan Landak sehingga anak cucu bisa mengetahui bagaimana silsilah dan jati diri sebagai generasi penerus dalam membangun bangsa ini. “Kita berharap kepada kaum muda seperti apa yang dikatakan Bung Karno, Jas Merah, Jangan sekali-kali melupakan sejarah, karena dari sejarah itulah kita belajar, dari sejarah itulah kita mengenal jati diri kita.” Ujar Anggota DPR RI itu, ketika ziarah ke Makam Pendiri Kerajaan Landak Raden Abdul Kahar, di Desa Munggu Kecamatan Ngabang Kabupaten Landak, Sabtu (16/7). Ziarah ini adalah rangkaian kegiatan Tumpang Negeri yang puncaknya Minggu (17/7) berupa pemberian gelar kehormatan kepada Gubernur Kalbar dan Nyonya Frederika Cornelis, SPd. Dan Ya Aswat Tokoh masyarakat Munggu.
Ziarah dilaksanakan di Makam pendiri kerajaan Landak di seberang sungai Landak, Gubernur Kalbar dan Raja Landak menggunakan perahu motor menyeberangi sungai Landak menuju pemakaman raja Abdul Kahar di hutan Karet Desa Munggu. Makam nampak bersih dan rapi, aroma dupa seakan membius peserta ziarah untuk semakin khusuk mendoakan arwah nenek moyang Kerajaan landak yang silsilah awalnya berasal dari suku Dayak yang kemudian menganut Islam karena ditaklukan oleh kerajaan besar dari Jawa.
Menurut Karolin, Kegiatan Tumpang Negeri ini didukung pemerintah dibuktikan dengan hadirnya Anggota DPR RI, Gubernur Kalbar, pemerintah Kabupaten Landak. Namun tanpa dukungan politik maka tidak akan berjalan, seperti di China, dengan adanya paham komunis maka budaya china sudah tidak boleh, barongsai tidak boleh, klenteng sudah susah dibangun. “Dengan adanya dukungan politik pemerintah maka kita tetap mampu melestarikan tradisi dan budaya walaupun kerajaan-kerajaan yang ada di indonesia sudah tidak memiliki kekuatan di pemerintahan namun tetap mendapat dukungan penuh dalam pelestarian sebagai situs sejarah dan budaya, karena kalau kita tidak mengerti sejarah, bagaimana kita kedepan,” ujar Karolin.
Lokasi kerajaan Landak, kata anggota DPR RI dua periode itu sangat strategis karena jaman dulu urat nadi transportasi. Melalui sungai. “Cara berfikir nenek moyang kita dalami lagi kita selami lagi untuk bagaimana pengembangan Landak ke depan, harapan kita para keturunan raja Landak bisa mendokumentasikan secara baik dalam bentuk literatur tentang kerajaan landak,” papar dokter lulusan Atmajaya Jakarta itu. Lebih lanjut politikus PDI Perjuangan itu, menjelaskan, kebudayaan bangsa itu dinilai ketika mereka menuliskan sejarahnya. Jika tidak dituliskan maka pelan-pelan akan hilang, karena anak-anak harus mengetahui sejarah. Kata Karolin lagi, Kerajaan di Eropa yang mereka banggakan adalah perpustakaannya yang sangat lengkap, menggambarkan silsilah cerita peristiwa setiap raja yang berkuasa. 
Sadar dokumentasi menjadi sesuatu yang harus diingatkan kepada penerus. Tuliskan agar menjadi sebuah karya. Kerajaan Landak itu kerajaan Islam tertua di Kalbar. Penulisan literatur ini yang akan membuat raja Abdul Kahar ini abadi.    
Menurut H. Gusti Machmud Hamid penulis silsilah kerajaan Landak, Raden Ismahayana (Raden Abdul Kahar) bergelar Raja Dipati Karang Tanjung Tua beristrikan Nya Limbai Sari bergelar Raden Ayu (1472-1542). Raja Abdul Kahar memerintah di Kerajaan Landak Kalimantan Barat, ketika itu beribu negeri (Ibukota) Munggu didirikan Raden Iswara Mahayana, setelah menganut agama Islam bernama Raden Abdul Kahar Ismahayana, Raja tersebut putera Kesuma Sumantri Indra Ningrat dari Majapahit bergelar Ratu Angka Wijaya Brawijaya VII atau dikenal dengan nama Sang Nata Pulang Pali VII, beristrikan dayak asli anak putih tegak temula disebut puteri Tanjung Selmpat atau Puteri Dara Hitam. 
Usai Ziarah dilakukan ritual penghanyutan Perahu yang berisi sesaji dan seekor anak ayam sebagai simbol penolakan kepada roh jahat agar tidak menggangu. Setelah itu di lakukan pemasangan empat tumpang (sejenis tempat persembahan dari bambu yang dianyam persegi empat dan diberi tali) ke empat penjuru air, sebagai sarana penjaga kampung dari bencana dan tidak ada gangguan roh jahat. Salah satu tumpang dipasang oleh Gubernur Kalbar Drs. Cornelis, MH.
Gubernur Kalbar Drs. Cornelis, MH. Sehari sebelumnya menjelaskan, Tumpang Negeri sebagai lambang penghormatan dan permohonan kepada leluhur dengan membuang sesajian di sungai.
Masyarakat percaya akan hal ini dengan membuang tujuh macam makanan di sungai sebagi sesaji. Sesaji tersebut dipercayai masyarakat Landak sebagai simbol kesuburan tanah yang dibawa oleh air sungai. 
Beberapa persembahan disediakan dengan maksud meminta keselamatan bagi seluruh umat. Wujud keselamatan tersebut dalam bentuk perahu rakit. Dalam kepercayaan masyarakat Landak, roh-roh jahat yang singgah perlu diantar pergi agar tak menimbulkan malapetaka. Ini adalah sebuah permohonan halus, agar roh gaib tak murka, “Kalau dalam masyarakat Dayak Kanayatn itu pakai Nyangahatn (semacam doa permohonan kepada Jubata), ” Ujar Cornelis.
Perahu rakit yang ditaruh makanan atau sesaji tersebut kata Cornelis, dihanyutkan di muara sungai Landak dan Munggu yakni sungai pertemuan di antara pusat bekas Kerajaan Landak dahulu.
sumber:http://radar-kapuas.com/



0 comments:

Post a Comment

Peringatan: berilah komentar yang sopan, komentar yang tidak sopan tidak akan kami publish!